Senin, 26 April 2010

TELINGA

Indra pendengaran (telinga) adalah indra yang pertama dan yang terakhir kali berfungsi pada diri seorang hamba. Pada saat ruh ditiupkan ke dalam rahim ibu, maka pada saat itulah sesungguhnya si calon bayi telah mendengar apa yang ingin disampaikan kepadanya. Karena itu, seorang ayah dan ibu yang mengerti tentu mulai memperkenalkan calon bayi mereka dengan ayat-ayat suci Al-Qur’an.

Kelahiran seorang anak manusia merupakan moment yang penting bagi sebuah keluarga. Tetapi disamping itu, ternyata syaitan pun menunggu moment tersebut.
Ia mengintai sang bayi sejak menjelang kelahirannya agar dapat segera menggodanya. Oleh karena itulah, hal yang pertama dilakukan adalah mengumandangkan adzan ke telinga si bayi. Dan ini adalah salah satu contoh dari rasulullah SAW kepada ummatnya untuk melindungi si bayi dari gangguan syaitan yang terkutuk.

Begitu juga ketika ruh mulai meninggalkan hati dan jasad. Meskipun sakratulmaut menyebabkan penglihatan seseorang menjadi rusak dan kabur, lidah menjadi kaku, tetapi pada saat itu sesungguhnya dia masih dapat mendengar. Dia baru kehilangan pendengarannya saat ruh sudah dicabut dari jasadnya.
Karena itulah Rasulullah memerintahkan : “Bimbinglah orang yang menghadapi sakratulmaut diantara kalian semua dengan syahadat kesaksian, bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah”.

Subhanallah … Telinga yang hanya beberapa centimeter itu ternyata memiliki banyak manfaat yang dapat memberi kenikmatan pada setiap insan. Melalui telinga kita dapat mendengar tangisan bayi, kicauan burung, gemuruh ombak di lautan, dan lantunan merdu suara mu’adzin yang menyeru shalat …

Tetapi disisi lain, telinga juga dapat membawa bencana bagi kita, yaitu tatkala ia digunakan untuk mendengar aib orang lain, mendengan ghibah atau gunjingan, mendengar fitnah, atau dengan sengaja mendengar kata-kata yang tidak senonoh.

Hikmah yang dapat dipetik adalah agar suara yang pertama kali didengar oleh bayi manusia adalah kalimat-kalimat yang berisi kebesaran serta keagungan Allah SWT serta kalimat syahadat. Hal ini semacam bimbingan baginya tentang syiar Islam ketika pertama kali memasuki alam dunia, sebagaimana dia di talqin dengan kalimat tauhid ketika hendak meninggalkan alam dunia.

Pribadi yang berdzikir adalah pribadi yang mengerti dan memahami makna syukur. Dia mensyukuri nikmat pendengarannya dengan menyimak ayat-ayat suci Al-Qur’an, bacaan-bacaan dzikir, senandung shalawat, dan kata-kata hikmah dari para ulama.
Pribadi yang berdzikir tentu memiliki telinga yang berdzikir. Telinganya adalah telinga yang selalu terjaga dan dijaga oleh Allah SWT. Lisannya senantiasa terjaga sehingga yang keluar adalah kata-kata dzikir, dan telinganya akan menyambut kata-kata itu untuk disimpan di dalam kalbu. Membersihkan setiap titik noda hitam yang membungkus kalbu agar kembali bercahaya.
Tetesan air matanya mudah jatuh dan hatinya mudah tergetar ketika telinganya menangkap lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an dibacakan.

Subhanallah … Nikmat mana lagi yang harus kita dustakan … ?!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar